Sepeda Kenangan Dari Ayah

blogger templates
Image result for sepeda kenangan dari ayah
Sepeda
KKKRRRRIIIINNGGG! KKRRRRRIIINGGGGG!
Suara sepeda yang baru saja dibelikan ayahnya untuk Bima. Ya setelah sekian lama ayahnya menabung untuk kado ulang tahun anak tersayangnya itu. Dibanding dengan kakaknya ayah lebih sayang dengan Bima sampai-sampai apapun yang diinginkan Bima wajib untuk diberikan, walaupun keluarganya dengan posisi pas-pasan. Ayah Bima ingin yang terbaik bagi anaknya agar tak minder dengan teman-temannya yang sudah punya lebih dulu sepeda tersebut.
“Ayah pulang Bu” teriak Bima dari dalam rumah. Bimapun langsung berlari ke luar rumah untuk memastikan itu benar ayahnya yang pulang dengan membawa sepeda.
“Waaahh sepeda baru ya Ayah?” tanya Kakak yang tiba-tiba muncul dari samping rumah.
“Iya, buat Bima, buat kamu juga, buat kalian anak-anak Ayah” kata Ayah sambil merangkul anak-anaknya.
“Ayah dapet uang dari mana?” tanya Ibu yang keluar dari rumah.
“Ayah selama ini nabung Bu, buat anak-anak” kata Ayah dengan lembut.
“Ayah gak mencuri kan?” tuduh Ibu terhadap Ayah. Ya bukannya menuduh tapi hanya Ibu khawatir Ayah memakai uang haram untuk memanjakan anak-anaknya.
“Astagfirullah, Ibu kok bilangnya gitu, Ayah gak mungkin mencuri Bu” kata Ayah membela
“Iya Bu, Ayah tak mungkin begitu” kata Bima dan Kakaknya.
“Astagfirullah, kenapa Ibu bisa menuduh Ayah ya, maaf Yah bukannya Ibu menuduh, tapi kitakan masih dalam ekonomi yang pas-pasan” kata Ibu menjelaskan
“Iya Bu, Ayah sudah nabung sejak lama untuk memberikan sepeda untuk anak-anak” kata Ayah sambil merangkul keluarga kecilnya itu masuk ke rumah. Ya, keluarga kecil yang bahagia. Tak pernah mereka bertengkar apalagi ribut soal uang. Mereka memang keluarga miskin, tapi tak pernah ribut bahkan sampai berhutang segala. Ayah Bima menghindari dari yang namanya berhutang kepada tetangga. Karena mereka masih bisa berusaha itu prinsip Ayah Bima yang ditanamkan dalam diri anak-anaknya.
“Ayah, kenapa Ayah rela menabung demi membelikan Bima dan Kakak sepeda?” tanya Bima yang sudah duduk dipangkuan ayahnya.
“Ya sudah jelas dong Ayah sayang pada kita iyakan Yah?” jawab Kakak yang sedang berjalan menuju ruang tamu dengan membawa secangkir teh untuk ayahnya.
“Iya bener itu kata Kakak, Ayah sayang sama anak-anak Ayah”
“Ayah dan Ibu ingin anak-anaknya mendapat yang terbaik” kata Ibu menjelaskan maksud Ayah.
“Walaupun kita orang yang tidak punya tapi kita juga harus tetap tolong menolong dengan sesama”
“Bagaimana caranya Ayah, kitakan juga kesusahan?” kata Bima.
“Kita membantu sebisa kita, Tuhan kan tidak tidur, Tuhan juga tahu apa yang kita lakukan, semuanya akan di balas pada waktunya”
“Tapi kata Ayah, kita tak boleh mengaharapkan apapun saat membantu orang?”
“Memang benar, tapi nantinya jika kita membutuhkan pertolongan, Insyaallah kita akan di tolong oleh orang lain juga. Itulah yang Ayah maksud tadi”
“Anak-anak Ayah sudah pada makan?” tanya Ayah lagi.
“Belum Yah, kita menunggu Ayah” kata Ibu
“Ayo kita makan” ajak Ayah sambil berjalan dengan menggendong Bima menuju meja makan
“Makan dengan seadanya ya nak, hanya ini yang bisa Ibu masak” kata Ibu sambil menyiapkan makanan
“Ini sudah lebih dari cukup kok Bu, yang penting hari ini kita masih bisa melihat nasi.” Kata Kakak sambil mengambil nasi.
Keluarga kecil itupun lalu makan dengan lauk yang jauh dikatakan mewah. Ya walaupun seperti itu mereka tak pernah mengeluh. Sampai suatu saat Ayah Bima sakit-sakitan. Mereka tak punya biaya untuk berobat, tetapi untungnya mereka mempunya tetangga yang baik pada mereka. Tetangga sekitar rumah Bimapun menolong sebisa mereka. Menyumbang uang sedikit demi sedikit demi bisa membantu keluarga sederhana tersebut. Sampai akhirnya Ayah Bima tak dapat tertolong.
Ayah Bima sudah lama mengidap penyakit TBC yang sudah stadium akhir. Dokter rumah sakitpun sudah berusaha untuk menolong Ayah Bima. Tetapi, Tuhan sudah berkehendak lain. Bima, Kakak, dan Ibu harus mengikhlaskan kepergian Ayahnya itu. Bima tak habis pikir, ternyata sepeda yang dibelikan Ayahnya itu adalah pemberian terakhir dari Ayahnya. Hanya sepeda inilah yang dimiliki Bima saat ini. Tetapi, sebentar terlintas dipikiran Ibu Bima untuk menjual sepeda itu untuk membiayai kehidupan mereka. Tapi, Bima menolak untuk menjualnya.
Kakaknya mau tak mau harus berhenti sekolah karena tak mampu membiayai sekolah. Kakaknya kini berjualan makanan kecil di dekat sekolah adiknya. Bima juga tidak malu untuk membantu Kakaknya berjualan. Untungnya ada sepeda kenangan Ayah. Mereka bisa berkeliling berjualan. Bima tak akan melupakan sepeda itu. Karena itu adalah sepeda peninggalan Ayahnya.
“Ayah, Bima sayang Ayah, Bima akan selalu menjaga sepeda yang telah diberikan Ayah dulu. Bima akan merawat sepeda itu karena Bima sayang Ayah. Kakak, Ibu dan Bima akan selalu mendoakan Ayah. Ayah baik-baik ya di sana”
Sesaat setelah Bima berkata kepada hati nuraninya Bimapun tertidur lelap di kamar sang Ayah. Walaupun seperti itu mereka tetap menjalani prinsip hidup yang dijalani ayahnya, ya prinsip hidup yang tak boleh mengeluh dengan keadaan yang dijalani selama ini.

0 Response to "Sepeda Kenangan Dari Ayah"

Post a Comment